Tugas Kelompok
PEMBELAJARAN yang BERPIJAK pada ALIRAN
HUMANISME
Sebagai syarat memenuhi ketuntasan mata kuliah
Belajar dan Pembelajaran yang diampu oleh dosen Prof. Dr. H Karwono,
M.Pd.
DI
SUSUN OLEH
KELOMPOK
9:
1.
Zeni
Arima 12320010
2.
Farida
Akhmad 12320059
3.
Heni
Wulandari 12320027
Program Studi
Pendidikan Biologi
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH METRO
2013
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur atas kehadirat Allah
SWT, yang telah melimpahkan rahmad dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah Belajar dan Pembelajaran dengan judul
“Pembelajaran yang berpijak pada Aliran Humanisme”.
Dalam
menyelesaikan makalah ini, kami telah berusaha untuk mencapai hasil yang
maksimum, tetapi dengan keterbatasan wawasan, pengetahuan, pengalaman dan
kemampuan yang kami miliki, kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna.
Terselesaikannya
makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
- Allah
SWT yang telah memberikan petunjuk dan kemudahan dalam menyusun makalah
ini.
- Bapak
Prof. Dr. H. Karwono,
M.Pd. selaku
dosen pengampu mata kuliah Belajar dan Pembelajaran.
3.
Orang tua yang turut membantu dan mendukung
terselesaikannya makalah ini.
4.
Kelompok yang telah bekerja sama dalam pembuatan makalah ini.
Selanjutnya
penyusun mengucapkan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu
dalam menyelesaikan makalah ini. Apabila banyak kesalahan dan kekurangan dalam
penulisan dan keterbatasan materi penulis mohon maaf sebesar-besarnya. Semoga
makalah ini bermanfaat dan berguna bagi pembaca.
Metro, Desember 2013
Kelompok
Sembilan (9)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang
1
1.2
Rumusan Masalah
2
1.3
Tujuan Penulisan
2
BAB II PEMBAHASAN
3
2.1
Teori Belajar menurut Pandangan Humanisme
3
2.2
Aplikasi Teori Belajar Humanisme terhadap Peserta
Didik
11
2.3
Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Humanisme
dalam Pembelajaran
16
BAB III PENUTUP
17
3.1
Kesimpulan
17
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Aliran
humanisme muncul pada tahun 90-an sebagai reaksi ketidakpuasan
terhadap pendekatan psikoanalisa dan behavioristik. Sebagai sebuah aliran dalam
psikologi, aliran ini boleh dikatakan relative masih muda, bahkan beberapa
ahlinya masih hidup dan terus-menerus mengeluarkan konsep yag relevan dengan
bidang pengkajian psikologi, yang sangat menekankan pentingnya kesadaran,
aktualisasi diri, dan ha-hal yang bersifat positif tentang manusia.
Pengertian
humanisik yang beragam membuat batasan-batasan aplikasinya dalam dunia
pendidikan yang beragam pula. Teori humanisme menyatakan bahwa bagian
terpenting dalam proses pembelajaran adalah unsure manusianya. Humanisme lebih
melihat sisi perkembangan kepribadian manusia dibandingkan berfokus pada
“ketidak-normalan” atau “sakit”. Manusia akan mempunyai kemampuan positif untuk
menyembuhkan diri dari “sakit” tersebut, sehingga sisi positif inilah yang
ingin dikembangka oleh teori humanisme.
Teori
belajar humanisme bertujuan bahwa belajar adalah untuk memanusiakan manusia.
Proses belajar dianggap berhasil jika telah memhami lingkungan dan dirinya
sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari sudut
pandang pelakunya bukan dati sudut pandang pengamatnya. Teori belajar ini
sifatnya lebih abstrak dan lebih mendekati bidang ilmu filsafat, teori
kepribadian dan psikoterapi dibanding tentang psikologi belajar. Teori
humanisme lebih mementingkan isi yang dipelajari dari pada proses belajar itu
sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep
pendidikan unttuk membentuk manusia yang di cita-citakan serta tentang proses
belajar dalam bentuk yang paling ideal.
Selain
teori behavioristik dan teori kognitif, teori belajar humanisme juga perlu
untuk dipahami. Menurut teori humanisme, proses belajar harus dimulai dan
ditunjukan untuk kepentingan memanusiakan manusia itu sendiri. Oleh sebab itu,
teori humanisme sifatnya lebih abstrak dan mendekati bidang kajian filsafat,
teori kepribadian, dan psikoterapi dari pada bidang kajian psikologi belajar.
Teori humanisme sangat mementingkan isi yang dipelajari daripada proses belajar
itu sendiri. Teori belajar ini lebih banyak berbicara tentang konsep-konsep
pendidikan untuk membentuk manusia yang dicita-citakan, serta tentang proses
belajar dalam bentuknya yang paling ideal. Dengan kata lain, teori ini lebih
tertarik pada pemahaman tentang proses belajar sebagaimana apa adanya, seperti
yang selama ini dikaji oleh teori-teori belajar lainnya.
1.2
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah
diatas, maka dapat dirumuskan beberapa masalah diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Apakah
teori belajar menurut pandangan humanisme itu ?
2. Bagaimana
aplikasi teori belajar humanisme terhadap peserta didik ?
3. Apakah
kelebihan dan kelemahan teori belajar humanisme ?
1.3
Tujuan
penulisan makalah
Adapun tujuan
dari penyusunan makalah ini antara lain adalah :
1. Untuk
mengetahui teori belajar menurut pandangan humanisme itu.
2. Untuk
mengetahui aplikasi teori belajar humanisme terhadap peserta didik.
3. Untuk
mengetahui kelebihan dan kelemahan teori belajar humanisme dalam pembelajaran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Teori
Belajar menurut Pandangan Humanisme
Teori
humanistik menjelaskan bahwa poses belajar harus dimulai dan ditunjukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia (proses humanisasi). Teori humanistik sifatnya
lebih menekankan bagaimana memahami persoalan manusia dari berbagai dimensi
yang dimilki, baik dimensi kognitif, afektif, dan psikomotor. Teori humanistik
tidak bisa serta merta mampu menciptakan peserta didik menjadi sosok manusia
yang ideal, dalam proses pembelajaran harus mampu menciptakan situasi dan
kondisi yang menyebabkan manusia memilki kebebasan untuk beraktualisasi,
kebebasan untuk berpikir alternatif, dan kebebasan untuk menemukan konsep dan
prinsip.
A. Tokoh
dan Teori Pembelajaran yang Berpijak pada Pandangan Humanisme Aliran Humanisme
1.
Abraham Maslow
Maslow
berpandangan bahwa manusia yang wajar/sehat jiwanya adalah manusia yang
mengembangkan dirinya berdasarkan kekuatan-kekuatan dari dalam dirinya sendiri.
Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa individu yang demikianakan diberikan suatu
kesempatan untuk memilih terhadap pilihan-pilihan yang ada dan mengontrol
perilakunya. Di sini kita dapat melihat bahwa individu atau peserta didik akan
di berikan kebebasan sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Sedangkan pendidik
hanya berperan sebagai fasilitator dan motivator dan fungsi pendukung lainnya
yang mana kesemua itu ditujukan membantu individu dalam pemantapan kemampuanya.
Ini sesuai dengan teorinya motivasi. Yang berawal dari pra-anggapan bahwa
manusia adalah baik, setidaknya netral, tidak jahat sehingga individu hanya
perlu di arahkan untuk semakin baik yang mana melalui penangkapan panca
inderanya.
Teori Maslow
didasarkan pada asumsi bahwa di dalam diri individu ada dua hal :
ü suatu
usaha yang positif untuk berkembang;
ü kekuatan
untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow
mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan
yang bersifat hirarkis.
Pada diri masing-masing orang
mempunyai berbagai perasaan takut seperti rasa takut untuk berusaha atau
berkembang, takut untuk mengambil kesempatan, takut membahayakan apa yang sudah
ia miliki dan sebagainya, tetapi di sisi lain seseorang juga memiliki dorongan
untuk lebih maju ke arah keutuhan, keunikan diri, ke arah berfungsinya semua
kemampuan, ke arah kepercayaan diri menghadapi dunia luar dan pada saat itu
juga ia dapat menerima diri sendiri (self). Maslow membagi kebutuhan-kebutuhan
(needs) manusia menjadi tujuh hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi
kebutuhan pertama, seperti kebutuhan fisiologis, barulah ia dapat menginginkan
kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan mendapatkan ras aman dan
seterusnya. Hierarki kebutuhan manusia menurut Maslow ini mempunyai implikasi
yang penting yang harus diperharikan oleh guru pada waktu ia mengajar
anak-anak. Ia mengatakan bahwa perhatian dan motivasi belajar ini mungkin
berkembang kalau kebutuhan dasar si siswa belum terpenuhi. Aplikasi teori
kebutuhan Maslow dalam pembelajaran:
a.
Kebutuhan dasar atau fisiologis (basic
needs/psysiological)
Untuk menunjang pembelajaran yang
aktif, guru mauopun sekolah dapat memanfaatkan hirarki kebutuhan dasar, diantaranya
:
Ø Untuk
anak TK, sekolah dapat menyediakan makan siang yang sehat dan murah sehingga
anak akan merasa tenang dan bersemangat karena perut kenyang dengan makanan
yang menyehatkan.
Ø Penyediaan
ruang kelasa yang memadai, menyediakan ruang kelas dengan kapasitas yang
memadai dan temperatur yang tepat sehingga peserta didik tidak merasa
berdesakan atau kegerahan yang dapat mengakkibatkan kelas menjadi gaduh dan
peserta didik sulit berkonsentrasi.
b. Kebutuhan
akan rasa aman (safety needs)
Ø Guru
menunjukkan rasa aman dengan tidak selalu menunjukan prilaku yang mengancam,
mengkritik, atau bahkan menghakimi atas kekeliruan yang dilakukan peserta didik
tanpa diketahui penyebabnya.
Ø Guru
mengarahkan agar antar teman tidak bertengkar atau berkelahi jika ada beda
pendapat sehingga peserta didik tidak takut dan merasa aman di sekolah
c. Pemenuhan
Kebuhtuhan Kasih Sayang atau Penerimaan
Ø Guru
selalu menunjukkan sikap empatik, peduli terhadap peserta didik , sabar, adil,
terbuka serta dapat menjadi pendengar yang baik.
Ø Guru
memberi bimbingan pada peserta didiknya agar saling membantu baik dengan teman
yang dianggap mampu maupun kurang mampu, sehingga antar peserta didik timbul
rasa kasih sayang.
Ø Sekolah
mengembangkan situasi yang memungkinkan kerja sama mutualistik dan saling
percaya di antara peserta didik.
Ø Sekolah
mengembangkan dikusi kelas yang tidak hanya untuk kepentingan pembelajaran
sehingga antar siswa akan terjalin keakraban.
Ø Sekolah
mengembangkan bentuk-bentuk ekstra kurukuler yang beragam.
d. Pemenuhan
Kebutuhan akan harga diri (esteem needs)
Ø Guru
menghargai atas keberagaman pendapat peserta didik.
Ø Guru
tidak menghukum peserta didik di depan umum jika melakukan kesalahan, tetapi
dinasehati di ruang BP sehingga anak tidak malu dan meras dihargai.
Ø Melibatkan
seluruh peserta didik di kelas untuk berpartipasi dan bertanggung jawab
terhadap suatu kegiatanbersama, peserta didik tidak dipilih-pilih berdasarkan
subjektivitas.
Ø Guru
mengembangkan iklim kelas dengan menerapkan pembelajaran kooperatif di mana
sdetiap peserta didik dapat saling menghormati dan mempercayai, tidak saling
mencemooh.
Ø Berusaha
melibatkan para peserta didik dalam setiap pengambilan keputusan yang terkait
dengan kepentingan para peserta didik sendiri.
e. Pemenuhan
Kebutuhan aktualisasi diri (self actualization needs)
Ø Memberikan
kesempatan kepada para peserta didik untuk mewujudkan potensinya. Misalnya,
melatih dan memfasilitasi potensi peserta didik sebagai penari.
Ø Memberikan
kebebasan kepada peserta didik untuk menggali dan menjelajah kemampuan dan
potensi yang dimilikinya.
Dari ke lima
kebutuan tesebut Maslow kemudian membaginya menjadi dua kelompok yaitu pertama:
empat kebutuhan terbawah yang disebut deficiency needs (kebutuhan
yang timbul karena kekurangan). Dan pemenuhan kebutuhan ini pada umumnya
bergantung pada orang lain. Dalam hal ini dapat dikataka bahwa individu tidak
dapat mencapai kebutuhan-kebutuhan ini tanpa hadirnya suatu bantuan dari pihak
lain. Kedua yaitu pada kebutuhan yang teratas yaitu menyangkut aktualisasi diri
individu, dalam hal ini individu harus melakukan sendiri dan pihak lain seperti
guru hanya memberikan kebebasan pada individu untuk mengaktualisasikan dirinya
sesuai dengan bakat dan kemampuannya.
2.
Carl Rogers
Rogers mengembangkan teori dengan
konsep terapi yang berpusat pada klien ( client-centered
therapy ). Rogers lebih suka menggunakan nama klien daripada pasien
terhadap orang yang berkonsultasi, karena klien merupakan tokoh utama sehingga
klien dapat lebih menerima dirinya sendiri. Jika dikaitkan dengan belajar,
Rogers menerapkan pembelajaran berpusat pada peserta didik ( leaner centered approach ). Dalam hal
ini, berarti guru harus tulus membantu peserta didik yang mengalami kesulitan,
percaya, dan menghargai pendapat peserta didik, dan empati (mampu merasakan
keluhan peserta didik sehingga siap membantu dengan tulus).
Berkaitan dengan teori ini berarti,
dalam belajar peserta didik diberikan kebebasan untuk memilih sendiri cara
belajarnya, bukan dipaksakan sesuai dengan cara belajar orang lain yang tidak
sesuai dengan karakteristiknya. Dalam mengambil keputusan, peserta didik diberi
kebebasan untuk menentukan pilihan serta mempertanggungjawabkan atas pilihannya
tersebut. Dalam proses belajar yang demmikian, anak tidak di didik menjadi
orang lain, tetapi dibiarkan dan dipupuk untuk menjadi diri sendiri. Anak tidak
direkayasa agar terikat dengan orang lain, bergantung pada pihak lain dan
memenuhi harapan orang lain, mereka dibiarkan agar tetap bisa menjadi arsitek
buat diri sendiri.
Ø
Dinamika Kepribadian
Dalam dinamika kepribadian Carl
Rogers mengenal tiga istilah, yang dapat dikaitkan dengan pembelajaran, yaitu:
a)
Anggapan positif tanpa syarat (Uncoditonal
Positive Regard)
Dalam hal ini guru harus memliki
anggapan positif atau menerima suatu keadaan peserta didik dengan tulus (apa
adanya individu). Di sini sudah jelas bahwa seorang pendidik ditubtut untuk
menganggap bahwa aemua anak didik atau peserta didik yang dihadapi adalah baik.
Anggapan positif sendiri memiliki arti kebutuhan untuk menjadi disukai,
dihargai, atau diterima secara positif dari pihak lain, contoh: dalam bidang
seni siswa kurang kemampuannya, tapi memiliki kelebihan di bidang akademik maka
guru harus tetap menerima keberadaan siswa tersebut. Jika kemampuan akademiknya
diterima secara positif maka dia akan merasa puas, dan secara otomatis akan
melakukan hal yang sama. Yaitu siswa akan menerima dan memuji kelebihan orang
lain.
b)
Kesesuaian Diri (Self Cosistensy And
Congruence)
Merupakan adanya kesesuaian antara
persepsi diri dengan pengalaman. Dalam kasus ini dapat dikatakan terjadi suatu
hal yang berbeda dengan pengalaman atau kebiasaan. Misalnya: seorang siswa yang
mempersepsikan dirinya pandai bahasa Inggris, namun saat ulangan mendapat nilai
yang jelek dan kemudian akan timbul kekecewaan sehingga mengakibatkan anak itu
malas untuk belajar. Sebagai guru yang humanis, peidik harus memotivasi siswa
agar lebih meningkatkan belajarnya lagi dan menyadari akan kekurangannya.
c)
Aktualisasi Diri (self actualization)
Dalam hal ini individu di pandang
terus menerus bergerak maju.yang mana seorang individu harus bisa dan mampu
mengaplikasikannya dalam kehidupan yang nyata pada suatu saat nanti. Misalnya
seorang siswa ahli fisika maka suatu saat dia haruslah mengaplikasikan
keahliannya tersebut dalam kenyataan seperti menjadi seorang ahli fisikawan.
Dari bukunya Freedom To Learn, ia
menunjukkan sejumlah prinsip-prinsip dasar humanistik yang penting diantaranya
ialah :
a.
Manusia itu mempunyai kemampuan belajar
secara alami.
b.
Belajar yang signifikan terjadi apabila
materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan maksud-maksud
sendiri.
c.
Belajar yang menyangkut perubahan di
dalam persepsi mengenai dirinya sendiri diangap mengancam dan cenderung untuk
ditolaknya.
d.
Tugas-tugas belajar yang mengancam diri
ialah lebih mudah dirasakan dan diasimilasikan apabila ancaman-ancaman dari
luar itu semakin kecil.
e.
Apabila ancaman terhadap diri siswa
rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan berbagai cara yang berbeda-beda dan
terjadilah proses belajar.
f.
Belajar yang bermakna diperoleh siswa
dengan melakukannya.
g.
Belajar diperlancar bilamana siswa
dilibatkan dalam proses belajar dan ikut bertanggungjawab terhadap proses
belajar itu.
h.
Belajar inisiatif sendiri yang
melibatkan pribadi siswa seutuhnya, baik perasaan maupun intelek, merupakan
cara yang dapat memberikan hasil yang mendalam dan lestari.
i.
Kepercayaan terhadap diri sendiri,
kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah dicapai terutama jika siswa dibiasakan
untuk mawas diri dan mengritik dirinya sendiri dan penilaian dari orang lain
merupakan cara kedua yang penting.
j.
Belajar yang paling berguna secara
sosial di dalam dunia modern ini adalah belajar mengenai proses belajar, suatu
keterbukaan yang terus menerus terhadap pengalaman dan penyatuannya ke dalam
diri sendiri mengenai proses perubahan itu.
Salah satu model pendidikan terbuka
mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang dikembangkan Rogers
diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para guru untuk
menciptakan kondidi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik
positif.
Ciri-ciri guru yang fasilitatif
adalah :
ü Merespon
perasaan siswa
ü Menggunakan
ide-ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang
ü Berdialog
dan berdiskusi dengan siswa
ü Menghargai
siswa
ü Kesesuaian
antara perilaku dan perbuatan
ü Menyesuaikan
isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera dari
siswa)
ü Tersenyum
pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru
yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka konsep diri
siswa, meningkatkan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran
bahasa dan matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem yang
berkaitan dengan disiplin dan mengurangi perusakan pada peralatan sekolah,
serta siswa menjadi lebih spontan dan menggunakan tingkat berpikir yang lebih
tinggi.
3. Arthur
Combs
Combs berpendapat
bahwa persepsi merupakan unsur batiniah yang menyebabkan seseorang berbeda
dengan yang lain. Perilaku merupakan hasil dari persepsi seseorang. Agar dapat
memahami orang lain, seseorang harus melihat dunia orang lain tersebut,
bagaimana mereka berpikir dan bagaimana persepsi dirinya. Oleh karena itu,
untuk untuk mengubah perilaku orang lain, seseorang harus mengubah persepsinya.
Kaitannya dengan pembelajaran, guru berusaha untuk memahami sudut pandang
peserta didik terhadap suatu hal. Guru peka terhadap perasaan orang lain dan
yakin bahwa anak didik mereka mampu untuk belajar, serta membantu peserta didik
mengembangkan konsep diri positif.
Belajar terjadi
bila mempunyai arti bagi individu. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak
disukai atau tidak relevan dengan kehidupan mereka. Anak tidak bisa matematika
atau sejarah bukan karena bodoh tetapi karena mereka enggan dan terpaksa dan
merasa sebenarnya tidak ada alasan penting mereka harus mempelajarinya.
Perilaku buruk itu sebenarnya tak lain hanyalah dari ketidakmampuan seseorang
untuk melakukan sesuatu yang tidak akan memberikan kepuasan baginya. Untuk itu
guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa
tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada.
Perilaku internal membedakan seseorang
dari yang lain. Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan
berasumsi bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan
disajikan sebagaimana mestinya. Padahal arti tidaklah menyatu pada materi
pelajaran itu. Sehingga yang penting ialah bagaimana membawa si siswa untuk
memperoleh arti bagi pribadinya dari materi pelajaran tersebut dan
menghubungkannya dengan kehidupannya.
Untuk itu guru harus memahami perlaku
siswa dengan mencoba memahami dunia persepsi siswa tersebut sehingga apabila
ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha merubah keyakinan atau pandangan
siswa yang ada. Combs memberikan lukisan persepsi diri dalam dunia seseorang
seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada :
a.
Lingkaran kecil adalah gambaran dari
persepsi diri.
b.
Lingkungan besar adalah persepsi dunia.
Makin jauh peristiwa-peristiwa itu dari persepsi diri makin berkurang
pengaruhnya terhadap perilakunya. Jadi, hal-hal yang mempunyai sedikit hubungan
dengan diri, makin mudah hal itu terlupakan.
Dalam
proses belajar, sesungguhnya ada dua hal penting menurut ahli
psikologi humanisme, yaitu:
a)
Pemerolehan Informasi Baru
Dalam hal ini
peserta didik kan lebih tertarik, jika apa yang dipelajari akaan menjadi suatu
informasi yang baru baginya. Yang seperti ini akan membuat perasaan ingin tahu
yang tinggi pada diri siswa tersebut. Dimana informasi yang baru itu haruslah
relevan dan dapat diaplikasikan dengan kehidupannya. Dikatakan relevan berarti
informasi tersebut haruslah sesuai atau tidak betentangan dengan informasi yang
sudah lama di dapatkan oleh peserta didik sebelumnya dalam pembelajaran lain.
Ini dilakukan agar tidak terjadi perbedaan pemahaman ataupun tumpang tindih
informasi yang didapat.
b)
Personalisasi informasi baru
Dalam hal ini
informasi baru yang diperoleh bukan merupakan hasil transfer trafer langsung
dari pediik kepada peserta didik, melainkan merupakan hasil dari pencernaan dan
pengolahan yang di lakukan peserta didik dari informasi yang disampaikan oleh
pendidik.
2.2
Aplikasi
Teori Belajar Humanisme terhadap Peserta Didik
1. Peserta
Didik
Siswa berperan
sebagai pelaku utama (student center) yang memaknai proses pengalaman
belajarnya sendiri. Diharapkan siswa memahami potensi diri , mengembangkan
potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi diri yang bersifat
negatif.
Dalam teori
pembelajaran humanisme, peserta didik akan ditempatkan sebagai pusat atau bahan
perhatian dalam aktifitas belajar. Kemudian peserta didik juga menjadi pelaku
dalam memaknai pengalaman belajarnya sendiri. Dengan demikian, peserta didik
dituntut untuk berperan aktif, kreatif dan inisiatif. Karena siswa akan
diberikan kebebasan untuk mengepresikan kemampuan yang dimilikinya dan bukan
merupakan sekedarmenerima informasi dari guru/pendidik.
2. Guru
Dalam
pembelajaran humanisme, peran guru adalah menjadi fasilitator bagi peserta
didiknya dengan cara member motifasi dan memfasilitasi pengalaman belajar,
dengan menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai terhadap
kebutuhan peserta didik sehingga akan tercipta suasana yang aktif, yang tentu
diikuti dengan penyampaian yang sistematis.
Psikologi
humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah
berbagai cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas
fasilitator. Ini merupakan ikhtisar yang sangat singkat dari beberapa
(petunjuk):
a. Fasilitator
sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok,
atau pengalaman kelas
b. Fasilitator
membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan-tujuan perorangan di dalam
kelas dan juga tujuan-tujuan kelompok yang bersifat umum.
c. Dia
mempercayai adanya keinginan dari masing-masing siswa untuk melaksanakan
tujuan-tujuan yang bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong, yang
tersembunyi di dalam belajar yang bermakna
tadi.
d. Dia
mencoba mengatur dan menyediakan sumber-sumber untuk belajar yang paling luas
dan mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e. Dia
menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat dimanfaatkan
oleh kelompok.
f. Menanggapi
ungkapan-ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi yang bersifat
intelektual dan sikap-sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan
cara yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
g. Bilamana
cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur-angsur dapat berperan sebagai
seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok, dan turut menyatakan
pendangannya sebagai seorang individu, seperti siswa yang lain.
h. Dia
mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga
pikirannya dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai
suatu andil secara pribadi yang boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
i. Dia
harus tetap waspada terhadap ungkapan-ungkapan yang menandakan adanya perasaan yang
dalam dan kuat selama belajar.
j. Di
dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk
menganali dan menerima keterbatasan-keterbatasannya sendiri.
3. Aktifitas
Dalam Proses Pembelajaran
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya
daripada hasil belajar. Adapun proses yang umumnya dilalui adalah :
a. Merumuskan
tujuan belajar yang jelas
b. Mengusahakan
partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan
positif.
c. Mendorong
siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri.
d. Mendorong
siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
e. Siswa
di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri,
melakukkan apa yang diinginkan dan menanggung resiko dariperilaku yang
ditunjukkan.
f. Guru
menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala
resiko perbuatan atau proses belajarnya.
g. Memberikan
kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
h. Evaluasi
diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok
untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomena
sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir,
perilaku dan sikap atas kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang
bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat orang lain dan mengatur pribadinya sendiri
secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak-hak orang lain atau melanggar
aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
4. Bentuk-bentuk Pendidikan
Humanisme
a. Pendidikan
Terbuka (Open Education)
Pendidikan
terbuka adalah proses pendidikan yang memberikan kesempatan kepada murid untuk
bergerak secara bebas di sekitar kelas dan memilih aktifitas belajar mereka
sendiri. Dimana dalam hal ini guru hanya berperan sebagai fasilitator dan
motivator serta menjadi pembimbing mereka (peserta didik) dalam belajar. Dalam
proses seperti ini biasanya lingkungan fisik kelas berbeda dengan kelas
tradisional. Individu/peserta didik dalam proses belajarni tidak hanya sekedar
menjadi pendengar informasi yang disampaikan oleh pendidik. Tapi diharapkan
pesrta didik mampu untuk berkreasi dan berperan aktif terhadap proses belajar.
Sehingga memungkinkan munculnya keterampilan-keterampilan atau suatu
keinginan-keinginan tertentu.
Adapun kriteria
yang disyaratkan dengan pendidikan ini antara lain:
Ø Tersedia
fasilitas yang memudahkan proses belajar.
Ø Tidak
adanya larangan pada peserta diik untuk bergerak secara bebas di ruang kelas,
serta pengeksplorasian dari kemampuannya.
Ø Adanya
suasana yang harmonis, penuh kasih saying,hangat, saling menghargai dan
keterbukaan.
Ø Jika
terjadi suatu masalah pribadi dengan peserta didik, pendidik akan
menyelesaikannya dengan jalan
komunikasi secara pribadi dengan peserta didik yang bersangkutan tanpa
melibatkan kelompok atau pihak lain yang tidak berhubungan.
Ø Guru
mempersepsi dengan cara mengamati setiap proses yang dilalui murid dan membuat
catatan dan penilaian secara individual, hanya sedikit sedikit sekali diadakan
tes formal.
Ø Adanya
kesempatan untuk pertumbuhan profesional bagi guru, maksudnya guru dapat
menggunakan bantuan pihak lain seperti: asisten pengajar, rekan
sekerjanya, atau sejenisnya.
Ø Guru
menghargai kreativitas, mendodorng berpartisipasi, dan memberikan kebebasan dan
hasil-hasil yang bersifat afektif secara lebih baik.
b. Pembelajaran
Mandiri (Independent Learning)
Pembelajaran
mandiri adalah proses pembelajaran yang menuntut murid menjadi subjek yang
dapat merancang, mengatur, dan mengontrol kegiatan mereka sendiri secara
bertanggung jawab. Pembelajaran mandiri juga dapat dikatakan sebagai suatu
system pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat melakukannya sendiri dan
tidak tergantung pada factor guru, teman, atau faktor lainnya. Dalam
pembelajaran model ini peran seorang pendidik yaitu memfasilitasi,
mengkomunikasikan dan mendukung siswa dalam menggunakan keterampilan yang telah
mereka miliki.
Pembelajaran
mendiri juga dapat diartikan proses pembelajaran yang mengajak siswa melakukan
tindakan mandiri. Tindakan mandiri ini dirancang untuk menghubungkan
pengetahuan akademik dengan kehidupan siswa sehari-hari secaraa sedemikian rupa
untuk mencapai tujuan yang bermakna. Tujuan ini mungkin menghasilkan hasil yang
nyata. Dalam pembelajaran ini membebaskan siswa untuk belajarsesuai dengan gaya
belajar mereka sendiri, sesuai dengan kecepatan belajar mereka dan sesuai
dengan ara minat dan bakat dalam menggunakan kecerdasan majemuk yang mereka
miliki. Dalam pelaksanaannya, proses ini cocok untuk pembelajaran ditingkat
atau level perguruan tinggi, yang mana pada level/tingkat tersebut lebih
menuntut kemandirian dari peserta didik.
2.3
Kelebihan
dan Kelemahan Teori Belajar Humanisme dalam Pembelajaran
a) Kelebihan
Teori Belajar Humanisme dalam Pembelajaran
ü Dalam
pembelajaran teori ini, siswa dituntut untuk berusaha agar lambat laun mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya.
ü Belajar
akan lebih cepat di pahami dan dimengerti peserta didik karena bahan yang
dipelajari relevan dengan kebutuhan atau kemampuan yang dimiliki oleh siswa.
ü Kondisi
belajar akan lebih partisipatif dan efektif, karena dalam teori belajar ini
siswa diberikan kebebasan untuk menggali kemampuan pada dirinya. Dan kebebasan,
kreativitas, dan kepercayaan diri dalam belajar dapat ditingkatkan dengan
evaluasi diri sendiri dan evaluasi dari orang lain tidak begitu penting karena
pada dasarnya merupakan pemantapan kemampuan pada dirinya.
b) Kelemahan
Teori Belajar Humanisme dalam Pembelajaran
ü Dalam
pembelajaran teori ini, peserta didik kesulitan dalam mengenal diri dan
potensi-potensiyang ada pada diri mereka.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dalam teori pembelajaran humanisme,
peserta didik akan ditempatkan sebagai pusat atau bahan perhatian dalam
aktifitas belajar. Kemudian peserta didik juga menjadi pelaku dalam memaknai
pengalaman belajarnya sendiri. Dengan demikian, peserta didik dituntut untuk
berperan aktif, kreatif dan inisiatif. Karena siswa akan diberikan kebebasan
untuk mengepresikan kemampuan yang dimilikinya dan bukan merupakan
sekedarmenerima informasi dari guru/pendidik.
Dalam pembelajaran humanisme, peran
guru adalah menjadi fasilitator bagi peserta didiknya dengan cara member
motifasi dan memfasilitasi pengalaman belajar, dengan menerapkan strategi
pembelajaran yang sesuai terhadap kebutuhan peserta didik sehingga
akan tercipta suasana yang aktif, yang tentu diikuti dengan penyampaian yang sistematis.
Pembelajaran berdasarkan teori
humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang
bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa
merasa senang bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjaadi perubahan pola
pikir, perilaku dan sikap atas kemauan sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Budiningsih,
Asri. 2005. Belajar Dan Pembelajaran.
Jakarta : PT Rineka Cipta.
Karwono
dan Heni Mularsih. 2010. Belajar Dan
Pembelajaran Serta
Pemanfaatan Sumber Belajar.
Ciputat : Cerdas Jaya.
Uno, Hamzah. 2006. Orientasi baru Dalam Psikologi
Perkembangan. Jakarta:
Bumi
aksara.